December 12, 2024

Isu Lingkungan Dan Perbaikan Belum Disoroti Ketiga Cawapres

SepintasInfo,Ketiga calon wakil presiden 2024 yang berkontestasi dalam Pemilihan Umum 2024 berkomitmen mengelola sektor lingkungan yang lebih baik yang diselaraskan dengan pembangunan berkelanjutan. Namun, isu kerusakan lingkungan dan upaya perbaikannya kurang disoroti para kandidat.

Pernyataan dan komitmen itu diutarakan dalam debat calon wakil presiden yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Minggu (21/1/2024). Debat keempat antar-cawapres ini mengusung tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, serta masyarakat adat dan desa.

Saat memaparkan visi misinya, cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, menyebut pengadaan pangan nasional melalui program lumbung pangan (food estate) menciptakan sejumlah persoalan. Masalah itu meliputi, antara lain, mengabaikan petani, meninggalkan masyarakat adat, menghasilkan konflik agraria, dan merusak lingkungan. Karena itu, program tersebut harus dihentikan.

Muhaimin juga menyinggung terkait krisis iklim yang terjadi saat ini. Namun, negara belum serius mengatasi krisis iklim. Ia menyadari upaya mengatasi krisis iklim harus dimulai dengan mengedepankan etika lingkungan, yaitu adanya keseimbangan antara manusia dan alam.

”Keadilan ekologi harus jadi nomor satu. Jangan pernah membiarkan keadilan ekologi, keadilan iklim, keadilan antargenerasi tak dilaksanakan dengan baik. Hal paling pokok, kesungguhan dan komitmen melaksanakan konstitusi serta berpihak kepada rakyat dan lingkungan, bukan investor,” ujar Muhaimin dalam sesi tanya jawab.

Sementara dalam visi-misinya, cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, belum menyoroti secara mendalam soal isu lingkungan. Gibran lebih fokus memaparkan upaya pembangunan berkelanjutan, hilirisasi, transisi energi, dan pencapaian reforma agraria.

Meski demikian, Gibran menegaskan, pembangunan yang masifharus memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan dilaksanakan keberlanjutan. Pembangunan itu perlu memperhatikan aspek sekaligus memenuhi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan laporan keberlanjutan (sustainability report).

Saat sesi menanggapi pernyataan cawapres lain, Gibran menyebut solusi mengatasi pertambangan yang merusak lingkungan ialah mencabut izin usaha pertambangan (IUP). Sebab, sumber daya alam harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila.

Adapun cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, saat pemaparan visi misinya mengakui bahwa kerusakan lingkungan masih terjadi dan kedaulatan pangan belum tercapai. Bahkan, sumber daya alam menjadi sumber sengketa semua pihak.

Kemudian, saat menanggapi jawaban dari cawapres lain, Mahfud menyinggung deforestasi saat ini di Indonesia yang mencapai 12,5 juta hektar lahan hutan selama 10 tahun.

Akan tetapi, ia tak menampik bahwa mencabut IUP sangat sulit dilakukan karena ada banyak mafia di belakangnya.Dalam pernyataan penutup, Mahfud pun berjanji akan mengembalikan hak rakyat karena pembangunan yang merusak lingkungan.

Tidak ada kebaruan

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Arta Siagian menilai, dibandingkan tema lainnya, isu lingkungan memang belum terlalu disoroti dan tidak dibahas secara mendalam oleh ketiga cawapres.

Ia juga melihat tidak ada kebaruan dari komitmen ataupun solusi yang ditawarkan untuk menuntaskan berbagai persoalan terkait lingkungan.

”Meski disebutkan, tidak banyak penjelasan mengenai pembukaan food estate. Kemudian, tidak ada yang menyoroti bagaimana penegakan hukum terhadap korporasi yang sudah melanggar kebijakan atau melakukan kejahatan di sektor lingkungan,” ucapnya.

Selain itu, tak ada satu cawapres pun yang menyinggung dampak kebijakan yang abai pada lingkungan, seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ataupun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Padahal, ketentuan undang-undang itu dan aturan turunannya memicu kerusakan lingkungan.

”Dasar pencabutan izin usaha beberapa waktu lalu juga bukan perlindungan terhadap lingkungan dan penyelesaian konflik. Faktanya, sampai kini pasca-pencabutan izin itu tak ada lahan yang diserahkan kepada rakyat. Sebaliknya, kekhawatiran sekarang izin yang dicabut itu diberikan kepada korporasi hingga mengaktivasi konflik,” tuturnya.

 

sumber:kompas.id